Daftar FAQ
Bagaimana cara mewakili melontar jamrah?
Syarat orang yang bisa membadalkan atau mewakilkan adalah ia sudah terlebih dahulu melontar jumrah untuk dirinya sendiri. Hal ini bisa dilakukan pada jam yang sama: orang yang mewakilkan menyempurnakan lontaran jumrah aqabah di hari nahar sebanyak tujuh kali bagi dirinya, kemudian dilanjut melontar jumrah aqabah tujuh kali lagi untuk orang yang diwakilinya. Begitu juga pada lontar jumrah di hari tasyriq. Melontar jumrah ula tujuh kali untuk diri sendiri, lalu melontar lagi tujuh kali untuk jumrah ula orang yang diwakili. Kemudian melakukan hal yang sama untuk lontar jumrah wustha dan aqabah.
Cara yang lain: si wakil melontar jumrah secara sempurna mulai dari ula, wustha, dan aqabah masing-masing tujuh kali untuk dirinya (total 21 kali lontaran), baru kemudian melontar lagi dari ula, wustha, dan aqabah untuk orang yang diwakilinya. Sebagian orang menilai cara ini lebih merepotkan dari cara pertama karena si wakil mesti balik lagi ke dinding (marma) awal yang terkadang mesti berdesak-desakan dengan jamaah lain katika kondisi sedang padat.
Kedudukan lontar jumrah yang dibadalkan atau diwakilkan sama dengan lontar jumrah mandiri, sehingga tidak ada konsekuensi membayar dam bagi jamaah haji diwakili. Namun, bila karena alasan tertentu jamaah tidak melaksanakan dan tidak pula mewakilkan ke orang lain maka ia wajib terkena sanksi membayar dam.
Wakil lontar jumrah boleh dari unsur petugas haji, rekan sesama jamaah haji, atau lainnya. Ia juga boleh laki-laki ataupun perempuan, satu orang atau lebih, baik dengan membayar atau cuma-cuma, dan tentu saja harus sudah mendapatkan izin dari pihak yang mewakilkan.
Jamaah haji yang memiliki kendala juga boleh lebih awal meninggalkan Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah sebelum tenggelamnya matahari di hari tersebut. Ini berarti ia mengambil nafar awal (rombongan pertama), bukan nafar tsani (rombongan kedua), yakni jamaah keluar dari Mina setelah menginap selama tiga malam, mulai malam 11, 12, sampai 13 Dzulhijjah. Keduanya merupakan pilihan yang disediakan syariat, baik bagi jamaah yang punya udzur maupun tidak.